Mengapa Gaji Perawat di Indonesia Kecil?

Mengapa Gaji Perawat di Indonesia Kecil?
Admin 878 Pengunjung 27 Desember 2023

Mengapa Gaji Perawat di Indonesia Kecil?

Kita mungkin berpikir bahwa semakin tinggi ilmu, semakin pula orang itu dihargai dan dihormati. Dihargai atas dedikasinya atas penerapan ilmu yang diberikan kepada orang awam, apalagi ilmu itu juga di dapat dengan jerih payah menempuh pendidikan yang sulit dan mahal. Kita spontan berpikir, biaya mendapatkan ilmu yang mahal pasti isinya bukan kaleng-kaleng, pasti isi dari ilmu itu berkaitan dengan nyawa manusia atau keberlangsungan hidup manusia. Tapi, faktanya justru membuat tercengang. Salah satunya kita ambil contoh yaitu pada tenaga kesehatan.

           Perawat merupakan tenaga kesehatan yang tugasnya adalah memberikan asuhan pada individu, keluarga, dan kelompok dalam keadaan sakit maupun sehat sehingga dapat mencapai, mempertahankan, atau memulihkan kesehatan yang optimal dan kualitas hidup dari lahir sampai mati. Perawat memiliki peran penting dalam penanganan dan pemulihan terhadap suatu penyakit. Menjadi perawat membutuhkan keterampilan karena harus cekatan, sabar, telaten, dan peduli terhadap pasien. Namun faktanya, di lapangan masih banyak gaji perawat di bawah UMR atau dalam jumlah yang bisa dibilang tidak sebanding dengan background mereka saat menempuh pendidikan. Mereka harus memiliki sertifikat kompetensi Sebagai penunjang keilmuan serta peningkatan keterampilan yang mereka tempuh melalui Pelatihan yang tidak semua tenaga kesehatan bisa mengikuti Pelatihan tersebut. Sebagai contoh Pelatihan Seperti BTCLS (Basic Trauma Cardiovascular Life Support) dan ACLS (Advance Cardiovascular Life Support) adalah pelatihan wajib yang harus diikuti oleh perawat dengan rata-rata biaya Pelatihan 2.500.000-3.000.000. Harga tersebut kadang seharga dengan gaji Perawat dalam sebulan atau bisa saja kurang, tergantung tingkatan pendidikan dan penempatan daerah. Nah, apa saja faktor yang mempengaruhi gaji Perawat?

           

Kurangnya Kesadaran Masyarakat Terhadap Kesehatan

Kurangnya kesadaran masyarakat terhadap kesehatan merupakan salah satu faktor kenapa gaji tenaga kesehatan di Indonesia masih tergolong kecil. Pertama, berdasarkan data Riskesdas, persentase masyarakat yang kurang menjalani aktivitas fisik meningkat, dari yang tadinya 26,1% pada 2013 menjadi 33,5% pada 2018. Selain itu, persentase penduduk berusia di atas 5 tahun yang kurang makan buah dan sayur juga meningkat, dari yang tadinya 93,5% pada 2013 menjadi 95,5% pada 2018. Dari sejumlah kebiasaan hidup yang kurang sehat, persentase obesitas penduduk berusia di atas 18 tahun juga meningkat, dari yang tadinya 14,8% pada 2013 menjadi 21,8% pada 2018. Dari kurangnya kesadaran ini, persentase angka harapan hidup Masyarakat Indonesia sebesar 71,48. Namun demikian, berdasarkan penelitian, hanya 62 tahun yang bisa digunakan untuk tetap produktif.

 

Masyarakat Lebih Memilih Berobat Mandiri

Pengobatan sendiri atau swamedikasi (self medication) merupakan upaya yang paling banyak dilakukan oleh masyarakat untuk mengatasi keluhan atau gejala penyakit, sebelum mereka memutuskan untuk mencari pertolongan ke fasilitas pelayanan kesehatan/tenaga kesehatan. Data Susenas Badan Pusat Statistik juga menunjukkan bahwa lebih dari 60 % masyarakat melakukan pengobatan sendiri. Hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 menunjukkan bahwa 35,2 % masyarakat Indonesia menyimpan obat di rumah tangga, baik diperoleh dari resep dokter maupun dibeli sendiri secara bebas, di antaranya sebesar 27,8 % adalah antibiotik. (Kementerian Kesehatan, 2013). Biasanya jika penyakit belum terlalu mempengaruhi produktivitasnya dan bisa ditangani secara mandiri, maka mereka memilih berobat sendiri. Sebagai contoh, sakit flu dan batuk atau masuk angin biasanya Masyarakat banyak yang menanganinya sendiri dengan minum racikan herbal atau membeli obat di apotek. Kecuali, jika mengalami demam berhari-hari, barulah pergi ke fasyankes.

 

Banyaknya Pengeluaran Anggaran Kesehatan 

Dikutip dari databoks.id, menurut penelitian dari Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD), menghitung estimasi pengeluaran kesehatan (health spending) di 50 negara dengan rumus paritas daya beli atau purchasing power parity (PPP), bahwa sepanjang tahun 2022 rata-rata pengeluaran kesehatan di AS diperkirakan mencapai US$12.555 per kapita, paling tinggi di antara 50 negara yang diriset. Health spending yang dihitung OECD mencakup seluruh nilai belanja barang dan jasa kesehatan, baik layanan medis untuk perorangan (seperti pengobatan, pemulihan, dan belanja produk medis), serta layanan kesehatan masyarakat (seperti program pencegahan penyakit dan lain-lainnya).

OECD kemudian menghitung akumulasi pengeluaran kesehatan baik yang ditanggung negara, asuransi pemerintah/swasta, maupun yang ditanggung langsung oleh pribadi/rumah tangga. Adapun estimasi rata-rata pengeluaran kesehatan Indonesia pada 2022 hanya US$405 per kapita, peringkat kedua terendah dari 50 negara.

            Menurut tim peneliti dari Johns Hopkins Bloomberg School of Public Health, besarnya pengeluaran kesehatan per kapita AS dipengaruhi oleh harga obat-obatan yang mahal, gaji dokter dan perawat yang tinggi, serta besarnya biaya administrasi rumah sakit. Ini membuktikan bahwa Amerika Serikat menjadi 5 negara teratas dengan gaji tenaga kesehatan tertinggi di dunia. Negeri Paman Sam selama ini juga dikenal memiliki fasilitas medis salah satu yang terbaik di dunia serta menawarkan beberapa sekolah kedokteran terbaik. Tak heran profesi perawat di negara ini juga digaji secara memadai. Contohnya, Gaji rata-rata perawat adalah sekitar USD 74.250 meskipun ada sejumlah negara bagian yang memiliki standar berbeda. Minnesota dan Nevada misalnya menawarkan gaji rata-rata perawat lebih besar yakni USD 93.000, sementara Texas dan Washington USD 91.000. Meskipun faktanya, angka harapan hidup di Amerika Serikat juga sama rendahnya seperti di Indonesia, tapi mereka menggelontorkan dana cukup besar untuk fasilitas dan pelayanan kesehatan.

Meski demikian, gaji Perawat di Indonesia bisa ditentukan dari UMR per daerah atau kebijakan dari fasyankes.