Loading

Tahapan Triage Gawat Darurat : Cara Memilah Pasien Gawat dengan Cepat

Tahapan Triage Gawat Darurat : Cara Memilah Pasien Gawat dengan Cepat

Tahapan Triage Gawat Darurat : Cara Memilah Pasien Gawat dengan Cepat

Diposting pada 04 Juli 2025 | Kategori: Artikel

Pendahuluan

Pelayanan gawat darurat merupakan lini terdepan dalam sistem pelayanan kesehatan yang berperan penting dalam menyelamatkan nyawa pasien. Dalam kondisi kedaruratan dengan banyaknya pasien yang datang secara bersamaan, tenaga kesehatan harus mampu membuat keputusan cepat terkait prioritas penanganan. Di sinilah konsep triage menjadi krusial. Triage adalah proses sistematis untuk menyaring pasien berdasarkan tingkat keparahan kondisi mereka dan urgensi penanganan medis, sehingga sumber daya yang terbatas dapat digunakan secara optimal untuk pasien yang paling membutuhkan.

 

Definisi dan Tujuan Triage

Menurut World Health Organization (WHO), triage adalah proses penilaian cepat terhadap pasien untuk menentukan prioritas penanganan berdasarkan kondisi medis dan kemungkinan hasil pengobatan jika dilakukan segera (WHO, 2021). Tujuan utama triage adalah untuk:

  • Mengidentifikasi pasien yang memerlukan intervensi segera.

  • Menunda penanganan yang tidak mendesak untuk mengurangi beban sistem.

  • Mengelola sumber daya medis secara efisien, terutama pada kondisi mass casualty incident (MCI).

 

Tahapan Triage di Instalasi Gawat Darurat

Salah satu sistem triage yang digunakan secara luas di rumah sakit adalah Emergency Severity Index (ESI) dan triage skala tiga (triage primer), yaitu:

 

1. Triage Primer

Merupakan proses skrining awal yang dilakukan sesaat setelah pasien masuk IGD. Fokusnya adalah pada:

  • Jalan napas

  • Pernapasan

  • Sirkulasi

  • Kesadaran

Pasien dikelompokkan ke dalam tiga kategori:

  • Merah: Kondisi mengancam nyawa, memerlukan penanganan segera (contoh: henti napas, syok).

  • Kuning: Stabil, tetapi memerlukan evaluasi dan tindakan lebih lanjut (contoh: fraktur terbuka).

  • Hijau: Cedera ringan atau kondisi non-urgensi (contoh: luka kecil).

  • Hitam (pada kondisi MCI): Pasien yang tidak memiliki tanda-tanda kehidupan atau diperkirakan tidak dapat diselamatkan.

(Sumber: AHA, 2020; BNPB, 2022)

 

2. Triage Sekunder

Dilakukan setelah pasien masuk ke ruang tindakan. Fokusnya adalah pengkajian lebih lengkap berdasarkan vital sign, riwayat penyakit, dan hasil observasi awal. Kategori ESI Level 1 hingga 5 digunakan:

  • ESI 1: Butuh intervensi segera untuk menyelamatkan nyawa.

  • ESI 2: Potensi ancaman jiwa atau disabilitas permanen, tindakan cepat.

  • ESI 3–5: Ditentukan berdasarkan kebutuhan sumber daya (tes laboratorium, rontgen, dll).

(McHugh et al., 2012)

 

3. Triage Tersier

Dilakukan oleh tim dokter setelah pasien stabil atau sudah berada di ruang perawatan. Bertujuan untuk evaluasi lanjutan, rencana rawat, atau rujukan jika diperlukan.

 

Prinsip Dasar Triage

Triage yang efektif membutuhkan:

  • Waktu tanggap cepat (response time): idealnya dilakukan dalam waktu 5 menit sejak pasien datang.

  • Keterampilan klinis dan intuisi klinis: harus dimiliki perawat atau tenaga kesehatan triage.

  • Dokumentasi yang akurat: semua keputusan triage wajib dicatat untuk keperluan hukum dan audit medis.

 

Tantangan dalam Implementasi

Meskipun penting, penerapan triage seringkali menghadapi kendala:

  • Kurangnya pelatihan khusus bagi tenaga triage.

  • Keterbatasan SDM dan peralatan di fasilitas kesehatan primer.

  • Tidak adanya sistem triage standar nasional yang seragam di Indonesia.

Pelatihan seperti Basic Triage Course dan pelatihan BTCLS (Basic Trauma and Cardiac Life Support) terbukti meningkatkan akurasi triage oleh tenaga kesehatan (Nugroho, 2020).

 

Kesimpulan

Triage adalah proses vital dalam sistem pelayanan gawat darurat untuk menyaring pasien secara cepat dan efisien. Pelaksanaannya membutuhkan pelatihan, ketelitian, serta dokumentasi yang akurat. Diperlukan dukungan dari manajemen rumah sakit dan kebijakan nasional agar sistem triage dapat berjalan optimal di semua fasilitas kesehatan, baik primer maupun rujukan.

 

Referensi

  • AHA (American Heart Association). (2020). Advanced Cardiovascular Life Support Provider Manual. Dallas: American Heart Association.

  • BNPB. (2022). Pedoman Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat Bencana. Jakarta: Badan Nasional Penanggulangan Bencana.

  • McHugh, M., Tanabe, P., McClelland, M., & Khare, R. K. (2012). More patients are triaged using the Emergency Severity Index than any other triage acuity system. Health Affairs, 31(8), 1701–1709. https://doi.org/10.1377/hlthaff.2011.0976

  • Nugroho, D. (2020). Pengaruh Pelatihan BTCLS terhadap Kemampuan Triage Perawat di IGD. Jurnal Keperawatan Darurat dan Bencana, 5(2), 45–53.

  • World Health Organization (WHO). (2021). Mass Casualty Management Systems: Strategies and Guidelines for Building Health Sector Capacity. Geneva: WHO Press.